Surban Syariah Kaum Abangan
Soko Tuban
Galibnya pesantren tidak elitis. Pesantren musti menyatu dengan lingkungan, apapun bentuknya. Di Ponpes Tarbiyatut Thulab, terasa kental harmoni antara kaum bersurban dengan masyarakat abangan. Ada yang lain dari Ponpes Tarbiyatut Thulab. Sekalipun usianya relatif muda, namun pesantren ini tak mengedepankan image elitis. Para kiai dan ustadnya pun tak ubahnya masyarakat biasa, manakala bersinggungan dengan warga sekitar. Tak ada pagar pembatas dari kompleks pesantren berlokal empat ini. Lokasinya di Dusun Plumpung, Desa Sumurcinde, Kecamatan Soko, Tuban ini, kian mengentalkan status pesantren di tengah kaum abangan. Oleh karena itu pula, menurut Joko Jatmiko tokoh masyarakat Sumurcinde, keberadaan pesantren ini dia nilai sebagai cikal bakal kebangkitan Islam di dusun setempat. Sekarang anak-anak Plumpung sudah bisa mengaji, pemudanya juga mulai bergeser moralitasnya, ungkap mantan Kades Sumurcinde yang ikut mengawal berdirinya pesantren ini. Tak hanya itu. Keberadaan Kiai S Anshori yang sebelumnya malang melintang di sejumlah pondok ini, menjadi tempat berteduh kegersangan jiwa warga setempat. Pintunya selalu terbuka, sekalipun sekadar untuk bertanya; bagaimana cara berwudlu. Di kalangan kaum muda desa yang mayoritas petani inipun, seorang Anshori dianggap bukan sosok tertutup. Acapkali lelaki asal Bojonegoro ini, muncul di warung kopi bercengkrama dengan pemuda. Pembicaraannya pun tak sebatas aqidah islamiah. Kita tidak bisa memberi nasehat kepada masyarakat. Kita beri mereka khuswatul khasanah (contoh yang baik) terhadap masyarakat, ungkap Kiai Anshori yang juga Rois Syuriah MWC NU Kecamatan Soko. Di kalangan orang dewasa, pesantren ini mulai menjadi kegandrungan. Apalagi saban hari Jumat Kliwon, usai Jumatan, pesantren ini menggelar ngaji kitab kepada masyarakat. Helat yang biasa digelar di masjid pondok ini, sudah diikuti puluhan warga dari Dusun Maner, Warang, Plumpung, Desa Sumurcinde, Dusun Butoh, Desa Kebonagung dan desa-desa lain di sekitarnya. Mayoritas warga dari desa-desa itu, belum lama mengenal aqidah. Terlebih Desa Sumurcinde dan Kebonagung, bersebelahan dengan ladang migas Petrochina, dengan berbagai dampak social yang dibawa ekspatriatnya. Termasuk juga masih kokoh berdirinya para perempuan bergincu di kompleks PSK liar Cangkring di Desa Kebonagung. (tbu) sumber : dutamasyarakat.com |
0 coment:
Posting Komentar