Jatah Berobat Pasien Miskin di RS Bojonegoro sampai 1 September
Soko Tuban
www.tempointeraktif.com
BOJONEGORO:Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo, Bojonegoro, memberikan jatah berobat pasien pemegang kartu miskin hingga 1 September mendatang. Selanjutnya, rumah sakit pemerintah ini hanya akan menerima pasien miskin yang masuk database.
Kebijakan ini mengacu aturan Departemen Kesehatan, yang menginstruksikan perubahan jadwal dari 1 Juli, diundur hingga 1 September. ''Jika lewat 1 September, pasien yang memegang kartu miskin tetap kita tolak,'' kata Direktur RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, Sunhadi, Rabu (9/7) siang.
Sebelumnya, sejumlah warga di Bojonegoro dan sekitarnya dikecewakan oleh kebijakan rumah sakit tersebut, yang menolak pasien pemegang kartu miskin.
Jupri, 33 tahun, warga Soko, Tuban, mengatakan RS Sosodoro Djatikoesoemo, menolak surat keterangan miskin dari aparat desa dan kecamatan. Alasannya, nama bersangkutan tidak masuk di database Jamkesmas. Jupri datang ke rumah sakit itu, karena lokasinya dekat, jika dibandingkan dengan rumah sakit umum Dr Koesmo, di Kota Tuban, yang berjarak sekitar 40 kilometer dari rumahnya.
Di Bojonegoro, penerima program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamskesmas) --yang dahulu disebut Askeskin-- tahun 2008, sebanyak 576.927 jiwa, atau 163.469 kepala keluarga.
Menurut Sunhadi, ketika pelaksanaan program Askesin tahun 2007, PT.Askes masih mempunyai tanggungan Rp 3 miliar kepada RSUD Sosodoro Djatikoesoemo. Tanggungan itu, di antaranya dari biaya perawatan dan obat-obatan.
Di Bojonegoro, rata-rata jatah untuk pasien miskin sebesar Rp 700 juta perbulan, atau sekitar Rp 8,4 miliar pertahun, khusus untuk biaya perawatan. Tetapi, jumlah tersebut bisa membengkak, karena belum dihitung biaya untuk obat-obatan, yang jika ditotal mencapai Rp 10 miliar lebih.
Sebelumnya Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bojonegoro meminta RS Sosodoro Djatikoesoemo tetap melayani pasien miskin yang tidak masuk database. Permintaan legislatif ini menjadi salah satu agenda pada dengar pendapat dengan Dinas Kesehatan Bojonegoro. ''Rumah sakit salah jika menolak pasien dengan alasan tidak masuk database,'' kata Ketua Komisi C, Ali Mustofa kepada Tempo. Sujatmiko
www.tempointeraktif.com
BOJONEGORO:Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo, Bojonegoro, memberikan jatah berobat pasien pemegang kartu miskin hingga 1 September mendatang. Selanjutnya, rumah sakit pemerintah ini hanya akan menerima pasien miskin yang masuk database.
Kebijakan ini mengacu aturan Departemen Kesehatan, yang menginstruksikan perubahan jadwal dari 1 Juli, diundur hingga 1 September. ''Jika lewat 1 September, pasien yang memegang kartu miskin tetap kita tolak,'' kata Direktur RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, Sunhadi, Rabu (9/7) siang.
Sebelumnya, sejumlah warga di Bojonegoro dan sekitarnya dikecewakan oleh kebijakan rumah sakit tersebut, yang menolak pasien pemegang kartu miskin.
Jupri, 33 tahun, warga Soko, Tuban, mengatakan RS Sosodoro Djatikoesoemo, menolak surat keterangan miskin dari aparat desa dan kecamatan. Alasannya, nama bersangkutan tidak masuk di database Jamkesmas. Jupri datang ke rumah sakit itu, karena lokasinya dekat, jika dibandingkan dengan rumah sakit umum Dr Koesmo, di Kota Tuban, yang berjarak sekitar 40 kilometer dari rumahnya.
Di Bojonegoro, penerima program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamskesmas) --yang dahulu disebut Askeskin-- tahun 2008, sebanyak 576.927 jiwa, atau 163.469 kepala keluarga.
Menurut Sunhadi, ketika pelaksanaan program Askesin tahun 2007, PT.Askes masih mempunyai tanggungan Rp 3 miliar kepada RSUD Sosodoro Djatikoesoemo. Tanggungan itu, di antaranya dari biaya perawatan dan obat-obatan.
Di Bojonegoro, rata-rata jatah untuk pasien miskin sebesar Rp 700 juta perbulan, atau sekitar Rp 8,4 miliar pertahun, khusus untuk biaya perawatan. Tetapi, jumlah tersebut bisa membengkak, karena belum dihitung biaya untuk obat-obatan, yang jika ditotal mencapai Rp 10 miliar lebih.
Sebelumnya Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bojonegoro meminta RS Sosodoro Djatikoesoemo tetap melayani pasien miskin yang tidak masuk database. Permintaan legislatif ini menjadi salah satu agenda pada dengar pendapat dengan Dinas Kesehatan Bojonegoro. ''Rumah sakit salah jika menolak pasien dengan alasan tidak masuk database,'' kata Ketua Komisi C, Ali Mustofa kepada Tempo. Sujatmiko