Melacak Akar Kecurangan Pilkades di Tuban (1)--‘Panen‘ Uang di Pesta Demokrasi Akar Rumput
dutamasyarakat.com
Pilkades massal di Tuban telah usai dihelat. Ancaman konflik horisontal antarpendukung kandidat Kades masih lekat di tengah warga. Rekayasa demi kemenangan calon, menjadi pemantik tak murninya Pilkades.Termasuk beredarnya politik uang. Siapa yang diuntungkan?
BOLEH jadi secara umum Pilkades massal yang diprogram Pemkab Tuban telah usai. Pesta kaum pedesaaan di 287 dari 295 desa telah rampung dihelat. Gegap gempita warga desa pun, akrab mewarnai pelaksanaan demokrasi kerakyatan yang dibiayai Rp 1,5 miliar dari APBD Tuban 2007.
Tebaran duit untuk sekadar membeli dukungan masih kental di kalangan mereka. Termasuk juga campur tangan bandar judi turut menyertai perjalanan demokrasi di desa. Yang pasti beragam rekayasa tumplek blek terlihat di dalamnya. Semuanya dimanfaatkan untuk sebuah kemenangan dan meraih jabatan sakral yang dikultuskan sementara orang di desa.
Fenomena rekayasa dalam Pilkades, menurut aktivis Ansor Tuban, Fatchur Rozi, sudah terasa sejak pembentukan panitia Pilkades. Hampir setiap calon yang melek politik, bakal menyiapkan ‘orangnya’ bisa duduk di kepengurusan Panitia Pilkades. Teknis ini menjadi sentra bagi dimulainya sebuah rekayasa.
“Sesuai temuan sejak awal memang seperti itu. Pertimbangannya berawal dari panitia, sebuah rekayasa pelaksanaan Pilkades bisa dilakkan,” kata Rozi di satu kesempatan.
Kepalsuan itu memang terbukti. Panitia yang sudah terkontaminasi oleh kepentingan salah satu kandidat, menjadi tidak netral. Itu terasa di saat coblosan. Ditemukan di Desa Sumur Jalak, Kedungsoko (keduanya di Kecamatan Plumpang), Desa Tasikmadu (Palang) dan Desa Simo (Soko) terjadi praktik itu.
“Di Desa Kedungsoko, ada hak pilih mencoblos sampai tiga kali. Ini mestinya tidak terjadi kalau panitia fair dan tidak memihak salah satu calon,” kata Toni pemuda desa setempat.
Tak hanya itu, di Desa Tasikmadu helat Pilkades yang diikuti delapan calon, juga terjadi hal serupa. Panitia meloloskan pemegang hak pilih mencoblos lebih dari sekali.
Tragisnya di desa sentra penghasil buah belimbing madu ini, terjadi kelebihan sembilan suara. Dari 3.472 orang Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menggunakan haknya menghadiri undangan sebanyak 2.792 orang. Sedangkan kartu suara yang dipakai untuk coblosan sebanyak 2.801, sehingga jika dikalkulasi terdapat kelebihan sembilan suara. Hitungannya 2.801 suara dikurangi pengguna hak pilih 2.792 orang.
“Ini kan membuktikan bahwa panitia membuat rekayasa, sehingga mencemari proses demokrasi,” kata sejumlah warga Desa Tasikmadu. Oleh karena itu, menurut warga, sudah sepantasnya dikaji ulang hasil Pilkades di Tasikmadu. (bersambung)
Pilkades massal di Tuban telah usai dihelat. Ancaman konflik horisontal antarpendukung kandidat Kades masih lekat di tengah warga. Rekayasa demi kemenangan calon, menjadi pemantik tak murninya Pilkades.Termasuk beredarnya politik uang. Siapa yang diuntungkan?
BOLEH jadi secara umum Pilkades massal yang diprogram Pemkab Tuban telah usai. Pesta kaum pedesaaan di 287 dari 295 desa telah rampung dihelat. Gegap gempita warga desa pun, akrab mewarnai pelaksanaan demokrasi kerakyatan yang dibiayai Rp 1,5 miliar dari APBD Tuban 2007.
Tebaran duit untuk sekadar membeli dukungan masih kental di kalangan mereka. Termasuk juga campur tangan bandar judi turut menyertai perjalanan demokrasi di desa. Yang pasti beragam rekayasa tumplek blek terlihat di dalamnya. Semuanya dimanfaatkan untuk sebuah kemenangan dan meraih jabatan sakral yang dikultuskan sementara orang di desa.
Fenomena rekayasa dalam Pilkades, menurut aktivis Ansor Tuban, Fatchur Rozi, sudah terasa sejak pembentukan panitia Pilkades. Hampir setiap calon yang melek politik, bakal menyiapkan ‘orangnya’ bisa duduk di kepengurusan Panitia Pilkades. Teknis ini menjadi sentra bagi dimulainya sebuah rekayasa.
“Sesuai temuan sejak awal memang seperti itu. Pertimbangannya berawal dari panitia, sebuah rekayasa pelaksanaan Pilkades bisa dilakkan,” kata Rozi di satu kesempatan.
Kepalsuan itu memang terbukti. Panitia yang sudah terkontaminasi oleh kepentingan salah satu kandidat, menjadi tidak netral. Itu terasa di saat coblosan. Ditemukan di Desa Sumur Jalak, Kedungsoko (keduanya di Kecamatan Plumpang), Desa Tasikmadu (Palang) dan Desa Simo (Soko) terjadi praktik itu.
“Di Desa Kedungsoko, ada hak pilih mencoblos sampai tiga kali. Ini mestinya tidak terjadi kalau panitia fair dan tidak memihak salah satu calon,” kata Toni pemuda desa setempat.
Tak hanya itu, di Desa Tasikmadu helat Pilkades yang diikuti delapan calon, juga terjadi hal serupa. Panitia meloloskan pemegang hak pilih mencoblos lebih dari sekali.
Tragisnya di desa sentra penghasil buah belimbing madu ini, terjadi kelebihan sembilan suara. Dari 3.472 orang Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menggunakan haknya menghadiri undangan sebanyak 2.792 orang. Sedangkan kartu suara yang dipakai untuk coblosan sebanyak 2.801, sehingga jika dikalkulasi terdapat kelebihan sembilan suara. Hitungannya 2.801 suara dikurangi pengguna hak pilih 2.792 orang.
“Ini kan membuktikan bahwa panitia membuat rekayasa, sehingga mencemari proses demokrasi,” kata sejumlah warga Desa Tasikmadu. Oleh karena itu, menurut warga, sudah sepantasnya dikaji ulang hasil Pilkades di Tasikmadu. (bersambung)
0 coment:
Posting Komentar